Pertanyaan yang sering muncul dari para manajer pemasaran adalah bagaimana membentuk tenaga salesman yang tangguh dengan cepat. Tenaga penjualan merupakan kunci keberhasilan penjualan sebuah produk, iklan dan pemberitaan saja tidak cukup. Tenaga salesman inilah yang menjangkau hingga ke tingkat konsumen atau setidaknya ke tingkat pedagang retail yang langsung berhubungan dengan konsumen.
Tenaga salesman yang tidak punya passion terhadap pekerjaanya hanya akan menjadi mesin pengantar barang yang tidak akan mampu mempengaruhi peningkatan pemasaran. Mengapa membutuhkan passion untuk pekerjaan salesman?. Pekerjaan salesman adalah pekerjaan yang paling sering mengalami penolakan dari konsumen. Satu atau dua penolakan mungkin masih belum begitu terasa, tapi bisa dibayangkan jika terjadi puluhan penolakan setiap harinya. Akibatnya banyak tenaga salesman yang hanya memiliki mental dan kemauan biasa-biasa saja akan berhenti bekerja dalam waktu singkat.
Saya sering mendengar sendiri dari orang-orang yang sedang mencari pekerjaan – orang ini benar-benar membutuhkan pekerjaan – namun ketika mengetahui pekerjaan yang ditawarkan adalah marketing atau salesman, mereka bertanya “Ada lowongan untuk bidang lain apa tidak Pak?”. Spontan saya tanya balik, “Memang kalau pekerjaanya pemasaran kenapa?”.
Alasan yang paling banyak mereka ungkapkan adalah tidak siap ditolak, kemudian gajinya tidak tetap. Untuk alasan pertama mungkin secara alamiah manusia memang tidak ingin mengalami penolakan. Namun untuk alasan kedua saya kira bukan bawaan lahir, tapi mind set yang terbentuk dari perjalanan kehidupan atau pendidikan yang ia dapatkan.
Saya sering tanya balik, “Anda pilih gaji tetap, tapi tetap kecil, atau gaji yang tidak tetap, kemungkinanya gaji anda bisa sangat besar atau bahkan tidak gajian sama sekali?”. Hasilnya sangat mengejutkan, lebih dari 80% pelamar menjawab ingin gaji tetap walaupun kecil asal masih diatas UMR.
Saya tidak tahu kenapa banyak sekali orang yang tidak berani bertaruh masa depanya dengan kemampuan yang dimiliki. Orang-orang yang mengharapkan gaji tetap tadi, menggambarkan bahwa ia tidak yakin dengan kemampuanya. Orang-orang seperti ini biasanya ketika bekerja tidak punya prestasi yang gemilang, apapun bidang pekerjaanya. Biasanya orang-orang seperti ini tidak punya mimpi yang besar tentang masa depanya, yang penting sudah bisa hidup normal, sudah OK.
Profesi salesman adalah profesi yang hampir mendekati pengusaha, karena disitu ia mempertaruhkan masa depanya pada hal-hal yang belum pasti, bisa untung, bisa rugi, bisa untung besar sekali atau bisa juga tidak mendapatkan apa-apa. Dibutuhkan jiwa entrepreneurship untuk bisa sukses menjadi salesman. Mungkin ini yang menyebabkan kebanyakan eksekutif sebuah perusahaan lebih banyak berasal dari divisi marketing ketimbang divisi lain.
Saya juga sering mendapatkan pertanyaan dari tenaga pemasaran yang belum lama terjun dibidang pemasaran. “Pak bagaimana caranya kita menjual produk tanpa penolakan dari calon konsumen?”. Saya bilang “Tidak ada caranya”. Bahkan produk itu anda jual kepada orang tua anda sendiri, atau bahkan anda jual kepada diri sendiri saja, masih mungkin mengalami penolakan, apalagi dijual kepada orang lain yang belum anda kenal. Salesman paling hebat di duniapun tidak akan bisa menjual produk tanpa kemungkinan penolakan.
Yang bisa dilakukan adalah memperkecil angka penolakan atau memperbanyak penawaran sehingga kemungkinan terjualnya bertambah besar.
Bagaimana cara memperkecil angka penolakan? Tentu dengan meningkatkan kualitas penawaran, mencari cara yang tepat agar mudah diterima, meningkatkan kemampuan menangkap keinginan calon konsumen dan cara-cara lain yang bisa meningkatkan mutu penawaran, baik secara proses maupun secara konten.
Sekarang pertanyaanya menjadi bagaimana cara meningkatkan mutu penawaran?.
Mutu penawaran tidak bisa lepas dari dua hal, yakni sistem yang telah dibentuk oleh marketing senior diperusahaan dan jam terbang salesman itu sendiri. Sistem yang telah dibakukan oleh perusahaan berdasarkan pengalaman para marketing senior yang sudah sarat dengan pengalaman di lapangan bisa membantu mengatasi masalah ini dengan instan. Namun tetap saja harus diiringi oleh kemampuan salesman mengimplementasikan sistem tersebut agar tetap luwes dan disesuaikan dengan gaya pemasaranya sendiri.
Lalu bagaimana cara meningkatkan jam terbang?
Kalau yang satu ini tidak bisa ditawar-tawar. Jam terbang tidak bisa dimanipulasi atau dibohongi. Jam terbang artinya berapa jumlah calon pelanggan yang ia pernah temui, tak peduli apakah terjadi penjualan atau tidak. Misalnya begini, untuk menjadi salesman yang berkualitas, setidaknya dibutuhkan bernegosiasi dengan 1.000 calon pelanggan.
Angka 1.000 pelanggan ini tidak bisa dikurang-kurangi. Padahal perusahaan maupun salesman ingin salesman baru cepat menjadi salesman berkualitas. Yang bisa dilakukan adalah mempercepat prosesnya, bukan memotong bagian dari proses itu.
Asumsinya begini: Jika dalam 1 hari seorang salesman biasa mendatangi 10 pelanggan, artinya untuk mendapatkan angka 1.000 dibutuhkan 100 hari (lebih dari 3 bulan), untuk mempercepat proses, jumlah kunjungan harus ditingkatkan menjadi misalnya 20 kunjungan per hari. Dengan begitu hanya dibutuhkan waktu 50 hari untuk menyelesaikan proyek 1.000 konsumen tersebut.
Dalam rangka meningkatkan jam terbang, tidak perlu memilih-milih calon konsumen mana yang harus dijadikan target. Juga tidak perlu berpikir banyaknya penolakan. Justeru penolakan itu yang akan membuat salesman baru menjadi kuat dan layak menjadi salesman berkualitas. Bahkan saya sering memberikan target bukan berapa konsumen yang harus closing, tapi target berapa jumlah penolakan yang didapat. Karena dengan perpikir mencari penolakan, akan menghilangkan ketakutan ditolak.
Ada proses asimilasi bagi orang yang belum pernah terjun ke dunia pemasaran agar tune in. Proses tersebut adalah dipaksa – terpaksa – bisa – biasa. Artinya jika berdasarkan formula yang ditemukan oleh salesman senior bahwa untuk menjadi salesman berkualitas membutuhkan 1.000 kali bernegosiasi, maka salesman harus dipaksa melakukan itu. Mereka dipaksa untuk bernegosiasi dengan 20 orang tiap hari, kalau kurang, berarti harus diganti hari berikutnya. Jika satu hari tidak mencapai 20 orang, berarti hari berikutnya akan semakin berat, karena harus menjalani 20 + defisit hari kemarin.
Dengan pola ini salesman baru pasti akan merasa tertekan dan stres, namun dengan terpaksa harus melakukan ini sampai berhasil. Jangan lupa, semangat mereka tiap hari tergerus oleh realita penolakan, sehingga harus diberi asupan motivasi agar tidak patah semangat.
Sekalipun dengan keterpaksaan, mereka tetap menjalani proses tersebut, maka mereka akan bisa dengan sendirinya. Setelah bisa melakukan dan terus melakukan itu, maka ia akan terbiasa. Hasil akhirnya adalah salesman yang punya pengalaman cukup dan memiliki mental baja yang pantang menyerah.
Dengan pola tersebut, seharusnya seorang salesman akan menjadi salesman berkualitas dalam waktu kurangn dari 3 bulan. Jika lebih dari itu, coba evaluasi kembali, barang kali ada proses yang tidak tepat atau memang Anda menemukan orang yang tidak tepat menjadi salesman.
No comments:
Post a Comment